Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Pembelajaran.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Pembelajaran.
Melaksanakan suatu pembelajaran
harus diawali dengan kegiatan perencanaan pembelajaran. Perencanaan memiliki
fungsi penting agar pembelajaran menjadi lebih terarah. Dalam membuat
perencanaan pembelajaran, banyak aspek yang harus dipertimbangkan oleh guru.
Oleh karenanya agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan
dapat meraih tujuan yang diharapkan, maka dalam menyusun learning design perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan metode pembelajaran. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran, antara lain:
1.
Faktor peserta didik.
a.
Perbedaan jenjang pendidikan.
Pemilihan suatu metode pembelajaran,
harus menyesuaikan tingkatan jenjang pendidikan siswa. Pertimbangan yang
menekankan pada perbedaan jenjang pendidikan ini adalah pada kemampuan peserta
didik, apakah sudah mampu untuk berpikir abstrak atau belum. Penerapan suatu
metode yang sederhana dan yang kompleks tentu sangat berbeda, dan keduanya
berkaitan dengan tingkatan kemampuan berpikir dan berperilaku peserta didik
pada setiap jenjangnya.
Sebagai contoh, pemilihan metode
pembelajaran untuk anak kelas satu SD biasanya dengan metode belajar yang
sederhana dan menyenangkan, karena tingkatan berpikirnya masih kongkret.
Misalnya saat membahas mengenai ‘saling berbagi’, guru harus menunjukkan dan
mengajak peserta didiknya untuk saling berbagi, dengan cara membagi makanan
maupun saling berbagi mainan dengan cara mempraktekannya. Berbeda pada metode
pembelajaran yang diterapkan pada anak pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi, misalnya SMP dan SMA. Saat membahas mengenai ‘saling berbagi’ cukup
dengan melakukan diskusi, karena pada tahap ini mereka sudah memiliki kemampuan
berpikir abstrak dan analitis.
Semakin tinggi tingkatan
berpikirnya, maka pemilihan metode pembelajaran yang diterapkan dapat semakin
kompleks. Ini berkaitan dengan pemahaman siswa, pengetahuan dan pengalaman yang
telah dimiliki sebelumnya, serta kebutuhan akan aktualisasi diri yang bersifat
lebih kompleks. Kebutuhan akan aktualisasi diri yang lebih kompleks menunjuk
pada motif peserta didik dalam tingkatan partisipasi pembelajaran yang
dilakukan.
Pada usia anak-anak, aktualisai diri
biasanya didasari karena: (1) pujian; (2) perasaan malu karena teman yang lain
aktif, sehingga ia terdorong untuk turut aktif; (3) perasaan segan maupun takut
pada guru; (4) karena memang siswa mampu; (5) perasaan senang terhadap guru
maupun mata pelajaran tertentu; (6) keinginan untuk mendapatkan nilai lebih
sebagai hasil pencapaian belajar. Berbeda dengan motivasi aktualisasi diri pada
peserta didik yang tergolong usia remaja dan dewasa, aktualisasi diri selain
dimotivasi hal-hal diatas bisa didorong oleh alasan yang bersifat lebih
kompleks, seperti: (1) keinginan untuk maju dan meningkatkan kualitas diri; (2)
idealisme; (3) sosialisasi ide atau gagasan sebagai hasil pemikiran; serta (4)
keinginan untuk mendapatkan respons dari warga belajar atas partisipasinya.
b.
Latar belakang peserta didik.
Latar belakang peserta didik dapat
ditelusur dari keluarga, pola didik, pola asuh, kondisi-kondisi tertentu
(ekonomi, sosial, budaya, anak berkebutuhan khusus, dan lain sebagainya).
Prakarsa belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh individual culture yang besangkutan. Individual culture terbentuk dari pola asuh dan pola didik
seseorang dalam lingkungan keluarganya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
perkembangan individu. Meskipun tidak signifikan, atau pengaruhnya kecil
sebagai pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran, namun untuk
kondisi-kondisi khusus, latar belakang peserta didik perlu mendapat perhatian
yang besar. Contoh, pemilihan metode pembelajaran bagi anak-anak sekolah luar
biasa harus memberikan perlakuan khusus, sehingga metode pembelajaran yang
digunakan akan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
c.
Tingkat intelektualitas.
Pada bagian ini yang dimaksud dengan
tingkat intelektualitas, mencakup gaya belajar dan daya serap peserta didik
dalam mengolah informasi dan menyerap substansi pembelajaran yang dilakukan. Gaya
belajar yakni, melalui apa siswa mampu menangkap dan memahami pembelajaran.
Kategorinya antara lain gaya belajar audiotori, visual, atau audio – visual. Daya
serap, adalah seberapa cepat dan seberapa besar kemampuan siswa dalam
menyerap informasi, dan proses pembelajaran secara keseluruhan. Apakah siswa
termasuk cepat, lambat, atau tengah – tengah, dalam menyerap pembelajaran.
Dalam satu kelas tidak menutup
kemungkinan terdapat rentang yang terlalu lebar terkait gaya belajar dan daya
serap peserta didik. Rentang yang terlalu lebar tersebut akan menimbulkan suatu
‘gap’ dalam pelaksanaan pembelajaran.
Sebagian siswa mungkin terlalu cepat menangkap informasi namun sebagian yang
lain justru sulit dan lamban dalam menangkap informasi. Oleh karenanya,
pemilihan metode belajar yang mampu mengatasi ‘gap’ dan menyatukan perbedaan dengan bentangan yang luas menjadi
suatu keharusan bagi guru, dalam menentukan metode pembelajaran yang efektif
dan efisien.
2.
Faktor dinamika kelas.
a.
Jumlah peserta didik.
Jumlah peserta didik dalam satu
kelas perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran yang
tepat. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan aturan baku mengenai standar
jumlah peserta didik dalam satu kelas, namun kenyataannya aturan tersebut masih
belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kekurangan jumlah peserta didik
dalam satu kelas disebabkan karena minat dan berbagai alasan lain, sehingga
terjadi kekurangan siswa. Lain halnya dengan kelas yang jumlah siswanya justru over capasity. Masih banyak
sekolah-sekolah yang menerima murid dalam jumlah yang besar namun tidak
memiliki kapasitas ruang yang memadai, sehingga dalam satu ruangan kelas
dipenuhi oleh jumlah siswa yang melebihi dari 32 orang.
Hal ini berpengaruh pada efektifitas
pembelajaran. Dalam kelas yang jumlah peserta didiknya melampau batas, guru
akan kewalahan mengampu pembelajaran. Pencapaian tujuan belajar akan menjadi
lebih sulit karena ketidakseimbangan antara porsi maksimal perhatian dan
penanganan yang dapat diberikan guru, dengan kondisi besarnya jumlah siswa yang
akan menimbulkan berbagai keruwetan. Kelas yang over capasity, cenderung sulit diatur, gaduh, peserta didik sulit
untuk memfokuskan perhatian secara konsisten terhadap pelaksanaan pembelajaran
dan berbagai masalah lainnya.
Pemilihan metode yang tepat akan
mampu menciptakan suasana pembelajaran yang memberdayakan. Artinya, dengan
penggunaan metode tersebut setiap peserta didik tidak luput dari perolehan
peran dan porsi keterlibatan dalam pembelajaran. Sebagai contoh,
dalam kelas besar, berisi 43 siswa, tidak terdapat rombel sehingga tidak ada team teaching. Kondisi ini mengharuskan
guru benar-benar dalam posisi sebagai ‘single
fighter’ menghadapi sekian banyak siswa yang berpotensi menimbulkan
kegaduhan. Pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), materi
pembelajaran adalah mengenai empat sikap politik, yakni: (1) sikap politik
radikal; (2) sikap politik liberal; (3) sikap politik moderat; dan (4) sikap
politik status quo. Guru menggunakan metode pembelajaran individual
job – grouping in cluster yang ia kembangkan sendiri.
Aplikasi metode ini adalah dengan
memberikan penjelasan singkat pada peserta didik mengenai keempat sikap politik
tersebut, kemudian menugasi siswa secara individu untuk menuliskan dalam kartu
jawab mengenai à pengertian dan contoh kongkret
sikap politik radikal, liberal, moderat, dan status qou. Satu orang peserta
didik memperoleh satu sikap politik. Setelah waktu yang ditentukan, guru
mengelompokkan siswa dengan sikap politik sejenis dalam kelompok-kelompok cluster dengan posisi tempat duduk
memanjang dari depan ke belakang. Diskusi mengenai sikap politik segera
dilakukan. Secara singkat dapat dijelaskan, pada metode ini siswa mengerjakan
latihan soal pada awalnya à kemudian dikelompokkan dalam tugas
yang sejenis, dengan kata lain individual
learning dikembangkan menjadi cooperatif
learning.
Mengetahui seluk beluk kondisi kelas
dan peserta didik tidak hanya
sebagai suatu keharusan bagi guru, tetapi harus dijadikan sebagai prisip
pelaksanaan pembelajaran yang mantap dan profesional. Dengan demikian guru
dapat mengatasi permasalahan yang muncul dalam pembelajaran yang diampunya.
Guru memiliki kebebasan dalam mengembangkan ide-ide dan kreatifitasnya demi
kemajuan kualitas pembelajaran di kelasnya.
b.
Karakter kelas.
Pemilihan metode pembelajaran harus
memperhatikan karakter kelas. Karakter kelas menyangkut sifat dan sikap peserta
didik dalam tataran umum untuk ruang lingkup kelas. Guru harus memiliki
ketajaman pandangan dan mampu menilai karakter yang dimiliki oleh kelas-kelas
yang diampunya. Setiap kelas memiliki karakternya masing-masing. Salah satu
keterampilan wajib seorang guru adalah dalam hal penguasaan kelas. Penguasaan
kelas bukan diartikan guru dominan dan diktatoris, tapi guru sangat mengenali
dan memahami secara mendalam karakter kelas yang diampunya.
Mengenali dan memahami karakter
kelas memerlukan cara tersendiri. Cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui
karakter kelas adalah dari sikap yang paling dominan yang dimiliki kelas
tersebut, dimana sikap dominan tersebut merupakan sikap yang mencirikan
(membedakan) kelas tersebut dengan kelas lainnya. Ini berarti setiap kelas
memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Sikap dominan bisa ditelusur dari
indikasi-indikasi seperti yang tampak, antara lain:
1.)
Seberapa kooperatifkah warga belajar.
Dalam menjalankan tugasnya, tidak
jarang guru mendapatkan reaksi penolakan dari peserta didik. Reaksi penolakan
tersebut biasanya ditunjukkan dengan sikap tidak senang terhadap mata pelajaran
atau tidak senang pada gurunya, yang diperlihatkan pada saat pembelajaran
berlangsung. Sikap penolakan ini bisa berlangsung sementara atau bahkan akan
terus berlangsung, bilamana guru tidak segera berupaya melakukan
tindakan-tindakan untuk mengatasinya.
Kelas yang kooperatif adalah kelas
yang mampu dan bisa ‘diajak’ bekerjasama. Hal ini tampak dari sebagian besar
peserta didik mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh, sehingga suasana
kelas cenderung kondusif, pembelajaran dapat berjalan dengan sangat baik. Namun
jika keadaan sebaliknya, seperti kegaduhan yang melebihi batas, peserta didik
malas dan enggan menunjukkan partisipasi yang diharapakan dalam proses
pembelajaran, ini tandanya kelas tersebut perlu mendapatkan pendekatan dari
guru agar lebih kooperatif.
Menciptakan kelas yang kooperatif
menjadi bagian penting dari tugas guru. Tujuan pembelajaran dicapai tidak hanya
oleh dan untuk peserta didik saja, tetapi dicapai secara bersama-sama antara
guru dan peserta didik.
2.)
Adakah kelompok dominan dalam kelas tersebut.
Seorang guru, pasti pernah menjadi
murid. Saat menjadi murid, guru pernah mengalami masa-masa di sekolah, dimana
di kelas selalu saja ada kelompok teman-teman sekelas yang memiliki ‘power’ sehingga mendominasi kelas.
Berbekal pengalaman tersebut, guru harus memiliki kejelian dalam memetakan
kondisi siswanya secara individu, maupun secara berkelompok. Mengidentifikasi
keberadaan kelompok dominan dalam kelas akan memudahkan guru memegang kendali
kelas.
Tidak berlebihan manakala hukum ‘people sovereignity’ juga terjadi di
ruang-ruang kelas di sekolah. Kelompok dominan di kelas biasanya mampu
mengontrol situasi kelas sesuai yang mereka inginkan. Jika yang berkembang
adalah kelompok dominan dengan kebiasaan negatif, maka situasi kelas akan tidak
kondusif untuk pelaksanaan pembelajaran. Peserta didik akan cenderung gaduh,
tidak kooperatif, bahkan menunjukkan sikap yang memojokkan guru.
Menghadapi situasi demikian, guru
perlu memiliki kemampuan interpersonal dan ketepatan dalam pemilihan metode
pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode belajar yang tepat pada kenyataanya
mampu mengatasi masalah dominasi kelompok tertentu dalam lingkup kelas.
3.)
Bagaimana performa dan tingkat partisipasinya.
Menelusur karakter kelas, juga dapat
dilakukan dengan mengamati performa dan tingkat partisipasi peserta didik baik
secara individu maupun berkelompok, dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Guru
biasanya akan mudah menilai bagaimana performa dan partisipasi siswa dalam
pembelajaran. Penilaian tersebut kemudian akan memunculkan pandangan apakah
kelas tersebut termasuk kelas aktif atau kelas pasif. Pemilihan metode
pembelajaran untuk kelas aktif tidak akan menyulitkan guru dalam menentukan
metode mana yang akan digunakan. Berbeda dengan kelas pasif, guru harus memilih
metode mana yang cocok agar dengan metode tersebut mampu mendorong tingkat
partisipasi peserta didik dan memunculkan performa mereka.
3.
Faktor ketersediaan fasilitas pembelajaran.
Fasilitas pembelajaran berfungsi
untuk memudahkan proses pembelajaran dan pemenuhan kebutuhan proses
pembelajaran. Bagi sekolah yang telah memiliki fasilitas pembelajaran yang
lengkap, ketersediaan fasilitas belajar bukan lagi suatu kendala. Namun
demikian tidak semua sekolah memiliki fasilitas pembelajaran dengan standar
yang diharapkan. Keadaan tersebut hendaknya tidak menjadi suatu hambatan bagi
guru dalam merancang pembelajaran yang tetap mampu menjangkau tujuan
pembelajaran. Dalam kondisi tertentu, guru-guru yang memiliki semangat dan
komitmen yang kuat tetap mampu menyelenggarakan pembelajaran yang menarik,
menyenangkan, dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Manakala sekolah mengalami
keterbatasan dalam penyediaan fasilitas pembelajaran, pemilihan metode
pembelajaran merupakan jalan keluar yang paling relevan agar pembelajaran tetap
menarik, menyenangkan, dan dapat memberikan goal
yang ingin dicapai. Sebagai contoh, dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn), peserta didik harus mencari informasi mengenai pandangan masyarakat
terhadap aktor-aktor politik di Indonesia. Saat ini banyak sekolah-sekolah yang
telah dilengkapi dengan fasilitas internet Wi
Fi, sehingga semua warga sekolah dapat mengakses internet dengan mudah.
Tetapi tidak sedikit pula sekolah yang belum memiliki kemampuan untuk
menyediakan fasilitas ini.
Penggunaan perpustakaan sebagai
fasilitas subtitusi (pengganti penggunaan internet) bisa dilakukan. Akan tetapi
ada cara yang lebih ‘menghidupkan’ suasana pembelajaran dibandingkan
menggunakan perpustakaan. Guru dapat memilih menggunakan metode pembelajaran
wawancara. Siswa diminta mewawancarai warga sekolah untuk menjaring informasi
mengenai pendapat mereka terhadap aktor-aktor politik di Indonesia. Dalam hal
ini ketiadaan fasilitas internet dapat digantikan dengan pemilihan metode
pembelajaran yang tepat. Justru dengan metode ini guru dan peserta didik akan
mendapatkan nilai tambah, yakni adanya pola interaksi langsung antara peserta didik
dengan masyarakat yang diwawancarai. Disamping menambah kepercayaan diri, serta
memupuk keberanian peserta didik. Rasa optimis adalah kunci utama untuk
menciptakan pembelajaran yang berkualitas ditengah-tengah kekurangan yang ada.
4.
Faktor tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Setiap pelaksanaan pembelajaran
tentu memiliki tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Penyelenggaraan
pembelajaran bertujuan agar pesera didik sebagai warga belajar akan memperoleh
pengalaman belajar dan menunjukkan perubahan perilaku, dimana perubahan
tersebut bersifat positif dan bertahan lama. Kalimat tersebut dapat dimaknai
bahwa pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang tidak hanya akan
menambah pengetahuan peserta didik tetapi juga berpengaruh terhadap sikap dan
cara pandang peserta didik terhadap realitas kehidupan.
Pemilihan metode pembelajaran yang
tepat akan mampu menjadikan peserta didik meraih tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai. Sebagai contoh, pada mata pelajaran Geografi dirumuskan dua
tujuan pembelajaran, antara lain: (1) agar siswa memahami dampak pemanasan
global bagi lingkungan; dan (2) agar siswa mampu menunjukkan sikap mencintai
lingkungan dan alam. Demi tercapainya kedua tujuan pembelajaran tersebut, guru
menggunakan metode resitasi. Dalam tugas resitasi ini guru meminta siswa
untuk mengumpulkan informasi mengenai dampak pemanasan global bagi lingkungan,
selain itu siswa diminta untuk melakukan aksi nyata kepedulian dan cinta
terhadap lingkungan dan alam. Guru menghendaki agar siswa mengumpulkan laporan
tugas dan bukti aksi nyata kepedulian dan cinta siswa terhadap lingkungan dan
alam.
Dalam jangka waktu yang ditentukan
penugasan resitasi telah membuat siswa berhasil menyusun laporan mengenai
dampak pemanasan global terhadap lingkungan. Sebagai aksi nyata sikap peduli
dan cinta terhadap lingkungan dan alam, siswa menunjukkan berbagai macam ide
maupun tindakan nyata berkaitan dengan hal tersebut. Terdapat siswa yang secara
gencar mensosialisasikan gerakan-gerakan mencintai lingkungan dan alam dengan
memanfaatkan situs jejaring sosial dan membentuk komunitas pecinta lingkungan
dan alam di dunia maya; terdapat siswa yang memanfaatkan sampah di lingkungan
tempat tinggalnya melalui gerakan Reduce
– Re-use – Recycle; dan berbagai tindakan nyata lainnya.
Dengan penggunaan metode yang tepat,
tujuan pembelajaran yang mencakup pembangunan individu di ketiga ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan.
5.
Faktor materi pembelajaran.
Pada bagian ini, hal yang perlu
diperhatikan dalam materi pembelajaran adalah apa materinya (what), seberapa banyak (how much), dan bagaimana tingkat
kesulitan (how hard) materi yang
hendak dipelajari. Berikut penjelasan masing-masing:
a.
‘What’, apa materi
yang hendak dipelajari.
Setiap mata pelajaran memiliki
karakternya sendiri-sendiri, salah satunya bisa ditelusur dari materi yang
tercakup dalam mata pelajaran tersebut. Secara umum, materi (dalam hal ini
menunjuk pada content and substancy)
antara mata pelajaran bidang ilmu alam dan bidang ilmu sosial terdapat
perbedaan-perbedaan yang jelas. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat salah
satunya harus berbasis pada content
dan substancy materi pembelajaran.
Misalnya dalam bidang ilmu alam,
untuk mempelajari reaksi kimia dipilih pendekatan inquiry. Agar menemukan jawaban sendiri, inquiry dilakukan dengan metode eksperimen dengan melakukan
percobaan di laboratorium untuk mengetahui suatu reaksi kimia tertentu. Secara
sederhana diilustrasilan dalam alur berikut ini: Mata pelajaran KIMIA à
Materi: Reaksi Kimia à Pendekatan: INQUIRY à Metode: EKSPERIMEN à
Uji coba di laboratorium.
Contoh lain, dalam bidang ilmu
sosial, untuk mengetahui dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat bencana erupsi
gunung Merapi terhadap perekonomian masyarakat di sekitar kawasan bencana, maka
dipilih pendekatan inquiry dengan
metode penelusuran dokumen melalui pemberitaan di berbagai media massa.
Ilustrasi sederhana, dengan alur sebagai berikut: Mata pelajaran EKONOMI
à Materi: Dampak Ekonomi Pasca Bencana Alam à
Pendekatan: INQUIRY à
Metode: DOKUMENTASI à Penelusuran dokumen yang bersumber
dari media massa, bisa juga dengan pembuatan kliping.
b.
How much,
seberapa banyak materi yang hendak dipelajari.
Jumlah materi yang akan dipelajari
menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang
akan dipakai. Metode pembelajaran yang dipilih harus efektif, efisien, praktis
dalam aplikasinya sehingga cakupan materi yang hendak dipelajari dapat dengan
tuntas diselesaikan. Dalam satu kali pertemuan, tidak jarang cakupan materi
yang dipelajari jumlahnya kecil maupun besar. Penggunaan metode pembelajaran
yang tepat akan memudahkan guru dan peserta didik untuk menyelesaikan jumlah
materi yang harus ditempuh.
c.
How hard,
seberapa sulit materi yang hendak dipelajari.
Materi pelajaran memiliki tingkat
kedalaman, keluasan, kerumitan yang berbeda-beda. Materi pembelajaran dengan
tingkat kesulitan yang tinggi biasanya menuntut langkah-langkah analisis dalam
tataran yang beragam. Analisis bisa hanya pada tataran dangkal, sedang, maupun
analisis secara mendalam. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat mampu
memberikan arahan praktis untuk mengatasi tingkat kesulitan suatu materi
pembelajaran.
6.
Faktor alokasi waktu pembelajaran.
Pemilihan metode pembelajaran yang
tepat juga harus memperhitungkan ketersediaan waktu. Rancangan belajar yang baik
adalah penggunaan alokasi waktu yang dihitung secara terperinci, agar
pembelajaran berjalan dengan dinamis, tidak ada waktu terbuang tanpa arti.
Kegiatan pembukaan, inti, dan penutup disusun secara sistematis. Dalam kegiatan
inti yang meliputi tahap eksplorasi – elaborasi – konfirmasi, mengambil bagian
waktu dengan porsi terbesar dibandingkan dengan kegiatan pembuka dan penutup.
Pemilihan metode pembelajaran pada
kenyataannya dapat menciptakan suasana belajar yang dinamis dan praktis dalam
penggunaan waktu. Dalam gambaran yang sederhana, suatu materi pembelajaran yang
banyak dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif lebih cepat dengan
penggunaan metode cooperatif learning
dengan berbagai variasi dan
pengembangannya.
7.
Faktor kesanggupan guru.
Guru memang dituntut untuk selalu
menunjukkan performa yang selalu prima dalam setiap pembelajaran yang
diampunya. Namun demikian, guru tetaplah manusia dengan berbagai kelebihan dan
kekurangan yang dimilikinya. Memilih suatu metode pembelajaran pun harus menimbang
kesanggupan guru. Akan tetapi, hal ini tidak menjadi dalih pembenaran bagi guru
untuk menunjukkan performa yang terlalu apa adanya, dan yang biasa-biasa saja.
Tuntutan untuk senantiasa
meningkatkan kapasitas dan kualitas harus selalu diupayakan oleh setiap
pendidik. Faktor kesanggupan guru bukanlah suatu pembatas bagi guru untuk
memunculkan ide, kreativitas, dan inovasi-inovasi segar yang dapat memunculkan
‘ruh’ dalam pembelajaran yang
diselenggarakannya. Dalam paparan sederhana misalnya, guru yang memiliki ‘sense of humor’ banyak disukai muridnya,
tetapi guru tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi ‘orang lucu’ di depan
muridnya agar ia disukai. Cukup dengan penggunaan metode pembelajaran yang
mampu memunculkan antusiasme belajar siswa, maka guru akan menjadi orang yang
‘diterima’ dan disukai peserta didiknya.
Alasan agar disukai murid, juga
tidak boleh menjadikan guru terlena, karena hakikatnya tujuan pembelajaran jauh
lebih mulia jika dibandingkan alasan tersebut. Guru memiliki tugas mulia menhantarkan
peserta didiknya meraih cita-cita di masa depan. Menjadi disukai adalah ‘bonus’
atau kompensasi dari kineja guru yang dilaksanakan secara profesional dan
mantap.
Komentar
Posting Komentar